Subscribe:
Selamat Datang di Blog Saya

Selasa, 08 November 2011

CITRA ANAK SHALIH (bag.1)

Lembaga pendidikan hanya sebuah sarana dan sekolah hanya sekedar tempat singgah anak untuk menjalani persiapan menuju jenjang pendidikan berikutnya. Namun sangat disayangkan sebagian lembaga pendidikan ternyata lebih banyak mewarnai prilaku dan tabiat buruk anak. Oleh karena itu, sukses dunia-akhirat harus menjadi bahan pertimbangan yang utama dan orang tua harus pandai-pandai memilih lembaga pendidikan yang sejalan dengan syariat Islam.



Banyak orang awam dan berkantong tebal salah dalam memilih lembaga pendidikan. Mereka bukan lagi mempertimbangkan kebersihan akidah dan keluhuran akhlak bagi anaknya, pertimbangan mereka hanya berorientasi pada keberhasilan di dunia sehingga mereka banyak yang salah dalam memilihkan tempat bagi pendidikan putra-putrinya dengan memilih sekolah favorit yang  ternama dan bergengsi, walaupun harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal, dan bahkan menjadi trend dan dianggap bisa mengangkat prestise jika menyekolahkan anaknya di tempat orang-orang kaya. Akibat kesalahan orang tua dalam memilihkan sekolah untuk anaknya  membuat pupus harapannya untuk menimang anak shalih.




Agar seorang muslim tidak gagal dalam mendidik anak-anaknya maka harus memperhatikan kesalahan-kesalahan berikut ini:


1.     Salah Tujuan.
Seringkali orang tua menyekolahkan anak karena malu sama tetangga atau takut sama teman-teman kalau anaknya bodoh atau kalah kecerdasannya atau kawatir anaknya nanti tidak mendapat lapangan kerja yang layak atau ingin anaknya nanti menjadi pengawai negeri dan pejabat tinggi yang banyak harta dan hidup mapan. Padahal, niat utama orang tua haruslah berangkat dalam rangka menjalankan perintah Alloh, memenuhi kewajiban hamba sebagai orang tua yang memang dituntut untuk mendidik anak-anaknya, dan agar anaknya menjadi hamba Alloh yang bertakwa dan shalih yang menjadi simpanan abadi di akherat kelak. Jadi, bukan hanya sekedar menyekolahkan anak biar pintar, atau lebih parah lagi untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa ia mampu menyekolahkan anaknya ke sekolah bergengsi agar berhasil meraih titel tinggi.


Saat ini sekolah yang berorientasi hanya untuk keberhasilan dunia masih menjadi prioritas banyak orang awam dan mereka tidak memperhatikan pendidikan yang ikhtilat atau bukan. Sehingga kemaksiatan mudah tercipta di sekolah tersebut, karena landasan agama dicampakkan, sementara dunia menjadi tujuan. Akibatnya, di sekolah-sekolah yang ikhtilat, banyak terjadi kasus zina melalui budaya pacaran, pergaulan bebas dan asmara buta sehingga kekejian merebak dan perzinahan merajalela.


2.     Salah Sekolahan.
Bisa jadi orang tua sudah benar dalam niat, tapi karena minimnya ilmu agama, sehingga ia salah mencarikan lembaga pendidikan bagi anak-anaknya. Misalnya, ia ingin anaknya paham ilmu agama, maka ia memasukkan anaknya ke sekolah agama seperi madrasah atau pesantren tetapi ternyata pesantrenya  penuh dengan bid’ah atau kurang mengontrol aqidah dan akhlak atau memasukkan ke sekolah Islam yang di situ bercampur baur antara pelajar laki-laki dengan perempuan atau kurang perhatian dalam sistim pengajaran sehingga bercampur antara pelajaran yang syar’i dan bid’ah, bahkan antara ajaran Islam dan ajaran kafir. Sehingga hal itu akan memberikan pemahaman dan efek buruk pada pemikiran sang anak. Ia pun secara sistematis akan tumbuh menjadi generasi dengan pemahaman dan pengamalan Islam yang menyimpang dari syariat Islam.


3.     Salah Keteladanan.
Sebagaimana yang telah saya jelaskan diatas bahwa keteladan memiliki pengaruh kuat dalam proses pendidikan anak. Ketika orang salah memberikan keteladanan maka anak terdidik diatas kebiasaan buruk dan prilaku yang negatif sehingga setiap orang tua tidak boleh meremehkan hal tersebut. Karena contoh yang diberikan oleh orang tua maupun guru sangat berdampak kuat bagi pembentukan kematangan pribadi sang anak. Saat kita bicara aqidah dan moral maka pendidik harus menjunjung tinggi nilai-nilai aqidah dan moralitas agama agar anak-anak tumbuh dewasa diatas aqidah dan moral yang sempurna. Maka, mencari seorang pendidik juga harus selektif. Pendidik seharusnya orang yang memiliki kelebihan ilmu dan amal di banding murid-muridnya.


4.     Salah Metode Pendidikan
Bisa saja pelajaran yang diberikan kepada sang anak sudah baik, tapi cara penyampaiannya yang tidak tepat,  sehingga tujuan dan target pendidikan tidak tercapai dan hal itu akan mempengaruhi keberhasilan anak didik. Contohnya, untuk mendisiplinkan anak-anak diterapkan sanksi kekerasan fisik yang hanya membentuk watak keras bagi sang anak, atau memberi toleransi yang berlebihan sehingga membuat anak semakin manja. Tak jarang juga orang tua selalu memenuhi keinginan dan permintaan anak yang bersifat materi sehingga anak tumbuh menjadi anak yang cinta dunia sementara ada juga orang tua yang sangat mengabaikan permintaannya sehingga anank mempunyai kebiasaan mencuri. Atau anak hanya dicecar dengan hafalan namun kurang diajak untuk memahami suatu permasalahan.


5.      Motivasi Yang Kurang Tepat.
Kesalahan orang tua atau guru dalam memberi motivasi kepada anak didiknya bisa memberi dampak yang kurang baik. Misalnya, mendoromg anak berprestasi  dengan hadiah yang menggiurkan atau memotifasi anak berprestasi agar tidak tersaingi oleh teman-temannya atau memotivasi anak  agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya. Motivasi yang demikian itu akan merusak watak dan pribadi anak karena anak terdorong bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu bukan karena Alloh hanya untuk berprestasi dan mendapat hadiah yang menggiurkan maka tatkala dia tidak bisa ber prestasi dia akan menjadi orang yang frustasi dan malas belajar, sementara anak yang didorong agar tidak tersaingi oleh teman-temannya akan timbul sifat angkuh, sombong dan egois dan anak yang dimotifasi agar bangga dengan prestasi yang dicapainya menjadikan anak tidak pandai bersyukur kepada Alloh dan dia hanya bersemangat menuntut ilmu hanya untuk prestasi tatkala gagal dia akan kehilangan kendali.


6.     Membatasi Kreativitas Anak.
Ada sebagian orang tua yang membatasi, memaksa dan selalu menentukan kreatifitas anak. Hal ini akan berdampak bakat anak terkekang, tidak berkembang kreatifitasnya, kurang percaya diri, tidak pandai bergaul dan cenderung memisahkan diri dari teman-temannya. Seharusnya orang tua  mengarahkan, membimbing, mendorong dan memberi fasilitas anak untuk mengembangkan kreatifitasnya selagi kreatifitas tersebut tidak melanggar syariat, tidak merugikan dan mengganggu orang lain, bermanfaat untuk diri maupun agamanya maka anak akan merasa mendapat dukungan sehingga ide cemerlang akan muncul dan anak akan menjadi orang yang bertanggung jawab dan bangga kepada orang tuanya sehingga orang tua akan mendapatkan hasil dari pendidikan anaknya.


7.     Membatasi Pergaulan.
Terkadang maksud baik orang tua agar anaknya tidak terpengaruh oleh pergaulan teman-temannya bertindak melampui batas dalam memprotek pergaulan anaknya, bahkan jika orang tuanya ada tamu, anak-anaknya dilarang  keluar menemuinya dan harus menjauh agar tidak mengganggu tamunya. Atau anak hanya diperbolehkan bergaul dengan teman-teman tertentu yang belum tentu shalih sementara kepada teman-temannya yang shalih, paham sunnah dan rajin beribadah justru dilarang mendekatinya. Sikap orang tua seperti ini akan membuat anak menjadi malu dan tidak pandai bergaul, atau akan menjadikan anak meremehkan dan merendahkan orang lain dalam bergaul karena tidak selevel dengan dia sebagaimana yang diajarkan orang tuanya. Seharusnya orang tua bijaksana mengawasi pergaulan anak-anaknya  jangan terlalu membatasi dan jangan terlalu membiarkan anak bergaul dengan siapa saja. Orang tua harus selalu mengingatkan dan memantau anak agar bergaul dengan orang-orang shalih, yang paham terhadap sunnah, rajin beribadah dan berakhlak mulia serta teman-teman yang bisa memotivasinya menjadi orang yang bermanfaat untuk diri, agama, orang tua dan orang disekitarnya. Dengan demikian anak akan tumbuh menjadi anak yang pandai bergaul dan selektif memilih teman dengan bimbingan orang tuanya.


8.     Tidak Disiplin dan Kurang Tertib.
Ketidak disiplinan dan kurang tertibnya orang tua dalam mendidik anak akan membuat anak juga tidak disiplin dan tertib dalam menjalani hidupnya. Orang tua dan para pendidik harus menanamkan hidup disiplin dan tertib  sejak usia dini sehingga anak terbiasa hidup disiplin dan tertib dalam menunaikan tugas-tugas harian terutama yang terkait dengan kewajiban agama dan ibadah kepada Alloh, tugas rumah dan tugas sekolahan. Anak harus dilatih untuk membiasakan shalat fardhu tepat waktu dan anak laki-laki diperintahkan shalat dimasjid,  melatih diri untuk berpuasa serta mentaati perintah orang tua dalam kebaikan bukan dalam kemaksiatan.


Setiap orang tua atau pendidik hendaknya membuatkan jadwal rutin harian, yang berkaitan dengan ibadah, tugas harian maupun tugas sekolah dan orang tua harus senantiasa mengontrol dan mengawasinya jangan sampai ada yang terlewatkan sehingga lama kelamaan akan menjadi suatu rutinitas dan terbiasa hidup tertib dan disiplin.


9.     Pendidikan Formal.
Sebagian orang tua sudah merasa cukup dengan pendidikan formal atau lembaga kursus atau bimbingan belajar anak-anaknya  dalam mencari  ilmu pengetahuan. Padahal kebanyakan lembaga tersebut tidaklah mengajar kecuali ilmu yang berkaitan dengan keduniaan saja, tanpa memeperdulikan  kebutuhan prinsipil seperti pendidikan aqidah, pembinaan akhlak dan pendidikan yang berbasis pada kemandirian. Sehingga saat anak lulus dari lembaga formal tidak bisa menghadapi realita dan persaingan hidup. Kebutuhan ilmu sang anak tidak terbatas yang didapat di sekolah atau madrasah saja. Setiap anak harus membekali dirinya dengan berbagai macam pengetahuan yang berkaitan dengan realita kehidupan, perkembangan teknologi, informasi, komunikasi, situasi terkini, dunia binatang , ataupun dunia tumbuh-tumbuhan, namun orang tua harus tetap aktif dan selektif dalam memilihkan bacaan untuk anak-anaknya agar anak tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak dinginkan.




10.Kurang Mengenalkan Tanggung Jawab.
Orang tua harus menumbuhkan kesadaran dan perasaan tanggung jawab yang tinggi pada anak-anaknya akan tugas dan kewajiban baik yang terkait dengan urusan agama dan dunia. Masing-masing harus merasa bahwa tugas sekecil apapun merupakan amanah yang harus diemban dan beban tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kemampuan yang ada. Anak harus dilatih untuk lebih dahulu menunaikan kewajiban daripada menuntut haknya baik hubungannya dengan Alloh azza wa jalla maupun kepada sesama manusia terutama kepada orang tua, sanak kerabat dan teman-temannya.


Orang tua harus mengenalkan kepada anak-anaknya tentang tanggung jawab kepada agama, diri dan lingkungannya. Bahkan anak harus dikenalkan tentang kewajiban zakat, infak dan sedekah, menyantuni anak yatim dan orang fakir-miskin agar tumbuh rasa tanggung jawab dan sensitivitas anak pada agama dan lingkungan baik lingkungan rumah dan sekolah, sehingga tidak bercokol sifat egois dan kering perasaan dalam dirinya.


11.Rasa Khawatir yang Berlebihan.
Perasaan takut terhadap keselamatan dan rasa khawatir terhadap masa depan anak suatu sifat yang wajar yang ada pada setiap orang tua, namun perasaan itu akan berubah menjadi bahaya bila sikap tersebut berlebihan sehingga berubah menjadi was-was akan keselamatan anaknya, bersikap bakhil karena takut beban biaya hidup anaknya tidak terpenuhi dan mencintai anak secara berlebihan karena takut terfitnah agamanya.


Ketakutan seperti itu hanya akan membuat hidup terbebani, tidak percaya dengan takdir, dan mengurangi ketawakalannya kepada Alloh sehingga yang ada hanya perasaan tidak tenang dan khawatir terhadap nasib anaknya. Hal ini yang kadang membuat orang tua tidak tega saat akan melepas anaknya untuk menempuh pendidikan boarding school di pesantren. Setiap orang tua harus menyadari bahwa suatu saat nanti anak akan berpisah dengannya baik dalam rangka untuk mencari ilmu atau mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya setelah menikah kelak.


Pendidikkan yang diberikan orang tua baik yang dilakukan sendiri atau dikirim ke pesantren akan bermanfaat baik untuk dirinya maupun anaknya maka orang tua hendakanya jangan khawatir secara berlebihan terhadap anak-anaknya.


12.Kurang Sabar dalam Menerima Hasil.
Bisa jadi orang tua sudah punya target-target tertentu atas pendidikan anaknya atau boleh jadi orang tua telah memdidik anaknya untuk mengganti jabatannya atau memegang persuahannya setelah dia meninggal. Tapi  ternyata anaknya justru mengecewakan dan tidak sesuai dengan harapannya, bukan karena kenakalan dan pembangkangan  sang anak akan tetapi ternyata bakat sang anak tidak sejalan dengan keinginan dan harapan orang tuanya. Akhirnya timbul kekecewaan dan menuntut sang anak harus bisa meraih target yang diinginkan orang tuanya. Maka sering kita dengar orang tua mencerca anaknya, “Tinggal belajar saja kok tidak bisa, makanya belajar yang betul!”.


Padahal, kita semua sadar bahwa Alloh azza wa jalla mengaruniakan kecerdasan dan kemampuan yang berbeda kepada setiap hambanya. Seharusnya orang tua bersikap  bijaksana dalam menghadapi masalah ini. Dan kewajiban orang tua hanyalah berusaha semaksimal mungkin mengarahkan dan membina anak-anaknya, sedangkan hasilnya, Alloh Mahaadil dan Mahatahu apa yang terbaik bagi hambaNya. Jadi kenapa orang tua harus kecewa dengan hasil yang tidak sesuai keinginannya, Insya Alloh bukan hasil tujuan akhir dari pendidikan, tetapi kesabaran dan istikomah dalam mendidik dan mengarahkan anak  hingga menjadi orang yang mampu berkiprah dalam kehidupan.


13.Kecurigaan yang Berlebihan.
Orang tua harus bersikap terbuka dan memberi kepercayaan kepada anak, karena hal itu akan mempermudah berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak maupun anggota keluarga yang lain,  amanah pendidikan akan mudah ditunaikan, anak akan mencintai orang tuanya secara tulus dan anak memandang penuh dengan hormat penuh kasih sayang kepada keduanya. Tetapi bila orang tua mudah menuduh tanpa bukti, mencurigai setiap gerak-gerik anak tanpa alasan dan menganggap anak berkhianati kepada orang tuanya akan membuat perasaan anak tercabik-cabik, menumbuhkan kekecewaan, kekesalan dan kemarahan anak kepada orang tua  apalagi anak merasa apa yang dituduhkan kepadanya tidak benar.


Oleh karena itu orang tua harus berhati-hati dalam menilai anak-anaknya jangan mudah curiga dan menuduh anak dengan sesuatu tanpa alasan dan bukti hanya karena kurang cinta atau cemburu. Orang tua juga tidak boleh meremehkan kemampuan dan kelebihan anak dengan menganggapnya masih terlalu kecil.


Sementara sang anakpun jangan mudah menvonis orang tuanya tidak sayang dan membencinya, seharusnya seorang anak harus sabar menghadapi sikap orang tuanya yang kurang berkenan dan sebaiknya mencari informasi yang sebenarnya kenapa orang tuanya bersikap demikian dan menghilangkan dendam kepada orang tua karena sikapnya tersebut. Karena jika dendam dibiarkan akan memutus hubungan silaturahmi. Maka, pupuklah sikap saling percaya, tumbuhkan empati, dan sikap terbuka dalam menghadapi setiap masalah.


14.Menjauhkan Anak Dari Orang Shalih.
Sikap orang tua atau pendidik yang demikian akan merusak aqidah dan moral anak, karena kalau tidak bergaul dengan ulama atau orang shalih pasti mereka akan bergaul dengan orang-orang bodoh dan ahli maksiat. Dekatnya anak dengan para ulama dan orang-orang shalih akan memotivasinya cinta kebaikan dan mengamalkan amal shalih serta mendapatkan lingkungan yang bagus. Maka siapa yang berkumpul dengan orang-orang baik atau hidup di lingkungan yang baik akan tertular kebaikannya dan siapa yang berkumpul dengan orang-orang buruk atau hidup di lingkungan yang buruk maka akan terkena getah keburukannya.


Wahai anak shalih yang mendambakan surga, jangan biarkan dirimu bergaul dengan orang buruk berhati serigala, orang munafik, orang fasik dan ahli bid’ah perusak agama. Ingat! Orang yang baik akan dikumpulkan bersama orang yang baik dan orang yang buruk akan berkumpul dengan orang yang buruk. Dan pada hari kiamat kelak seseorang  akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.


Sumber : Buku “Untuk Anak Sholih”, buah karya Ust. Zaenal Abidin, Lc -hafidzahullohu ta’ala-.


http://www.zainalabidin.org/?p=131

1 Comment:

Umay mengatakan...

jadi anak shalih ya nak...umay sayang kamu.

Posting Komentar